Jumat, 25 Desember 2009

SEJARAH BUMI DALAM POTONGAN METEORIT

Setiap hari, serangan besar-besaran dari luar angkasa ke Bumi selalu terjadi. Tidak percaya? Dalam sehari sekitar 100 – 1000 ton materi meteorit menghantam Bumi. Materi-materi yang berbentuk debu sampai dengan objek berukuran beberapa kilometer, bergerak memasuki Bumi dengan kecepatan lebih dari 11 km/s. Objek-objek yang lebih besar lagi akan mengalami perlambatan setelah memasuki atmosfer Bumi, namun tetap saja akan menghantam Bumi dengan kecepatan tinggi.

Atmosfer Bumi akan menyebabkan materi permukaannya meleleh dan kerak pun mulai terbentuk. Selain itu ada juga yang terpecah-pecah menjadi serpihan-serpihan kecil yang kemudian berubah menjadi hujan meteor. Objek-objek yang kecil ini pada akhirnya bisa tiba di Bumi dengan selamat tanpa mengalami perubahan apapun.

Meteorit terbesar yang ditemukan memiliki massa sampai dengan 30 ton, dan sebagian besar dari mereka terdiri dari besi. Batu meteorit terbesar yang diketahui, jatuh di Jilin, China pada tahun 1976 dengan massa 1.76 ton. Bukti-bukti jatuhnya objek-objek luar angkasa ini bisa terlihat dari kawah yang terbentuk di berbagai belahan Bumi. Kawah terbesar adalah kawah Barringer di Arizona yang berdiameter lebih dari 1000 m dan memiliki kedalaman 170 m. Tahun 1908 ledakan besar terjadi di daerah sungai Tunguska di Siberia dan suara ledakannya terdengar sampai jarak 1000 km disertai jatuhnya lintasan bola api dari langit yang jauh lebih terang dari Matahari. Tahun 1927, ekspedisi menemukan daerah seluas 2000km2 yang mengindikasikan terjadinya ledakan tersebut. Pada daerah ini ditemukan kawah serta pecahan materi-materi yang jatuh tersebut yang memperlihatkan sumber meteorit tersebut. Sejumlah pecahan ditemukan tertanam di dalam tanah sekitar dan diperkirakan kejadian tersebut berasal dari tabrakan komet kecil.

Dalam hal penemuan, meteorit terbagi atas dua kelompok yakni “falls” dan “finds”. Kelompok falls adalah kelompok meteorit yang terlihat jatuh dan ditemukan sesaat setelah kejatuhannya di permukaan Bumi. Sementara kelompok finds merupakan kelompok objek yang ditemukan dan dikenali sebagai meteorit, yang telah jatuh di Bumi puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Meteorit besi jauh lebih banyak ditemukan dalam kelompok finds. Bagi para peneliti planet, meteorit yang paling berharga adalah golongan falls yang ditemukan segera setelah jatuh ke Bumi, karena kontaminasi yang alami akibat cuaca dan lingkungan masih sangat minim.

Bagaimana sebuah objek dikenali sebagai meteorit? Sebuah objek yang jatuh di Bumi tidak akan terlindungi dari pengaruh cuaca. Akibatnya, permukaan objek tersebut akan mengalami pengikisan sehingga pada akhirnya sulit dibedakan dari batuan disekitarnya. Tapi, di sisi lain bongkahan besar besi tidak sering ditemukan di permukaan Bumi, sehingga bila ada objek besi yang rapat dan padat dengan penampakan yang gelap ditemukan maka bisa dipastikan objek tersebut merupakan bongkahan batu meteorit. Selain itu, perubahan akibat pengaruh cuaca pada objek Besi tidak akan sama dengan batuan biasa serta ia akan tetap mempertahankan kondisi aslinya dalam selang waktu yang lebih lama. Faktor-faktor yang dipakai untuk mengidentifikasi sebuah meteor adalah objek tersebut sejauh mungkin bisa mempertahankan penampakan dan kondisi aslinya serta bisa bertahan dalam lingkungannya.

Ada dua tipe daerah dimana meteorit finds ini berada yakni, di gurun dan Antartika. Di gurun, proses perubahan akibat cuaca berlangsung dengan lambat sehingga meteorit akan dapat mempertahankan kondisi awalnya dalam waktu yang lama. Sementara itu di Antartika yang memiliki lapisan es yang tebal (sekitar beberapa km), objek silikat ataupun besi yang berada di dekat permukaan bisa dipastikan merupakan meteorit. Kalau meteorit ini sudah ditemukan, lantas apa gunanya? Bukankah ia hanya sebuah batu dari luar angkasa yang nyasar ke Bumi.

Jangan salah. Batu-batu yang jatuh ke Bumi ini berasal dari berbagai tempat di Tata Surya dan merekalah yang menjadi salah satu sumber informasi penting untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang keadaan dan apa saja yang ada pada objek induknya. Informasi mengenai objek induk dari meteorit diperoleh dengan menganalisis isotop oksigen dalam mineral yang ada di meteorit tersebut. Sebagian mineral hanya bisa terbentuk pada tekanan yang tinggi sementara sebagian lagi justru tidak stabil pada tekanan tinggi. Dengan informasi mineral bisa diketahui tempat dan kira-kira pada kondisi tekanan yang bagaimana sebuah meteorit terbentuk. Salah satu cara mineral yang terbentuk pada tekanan tinggi bisa terbentuk ketika meteorit mengalami kejutan akibat tabrakan. Biasanya kondisi sebuah meteorit yang dihasilkan akibat tabrakan mudah untuk dikenali karena meninggalkan tanda pada batuan akibat tabrakan tersebut.

Dengan mempelajari kemiripan ataupun perbedaan yang ditemukan dalam materi terrestrial ini, bisa diperoleh informasi penting dalam mempelajari asal usul Bumi dan Tata Surya dalam hal ini untuk mengetahu materi-materi awal pembentukan planet. Karena bagaimanapun mereka merupakan contoh dari bagian batuan ataupun cairan sebuah planet.

Potongan Teka Teki dalam Batuan Angkasa Luar
Para peneliti mencoba mengungkapkan bagaimana planet terbentuk dari petunjuk baru yang diperoleh dengan menganalisis meteorit purba yang usianya pun jauh lebih tua dari usia bumi. Kunci penting mengenai daerah tempat Bumi terbentuk, berhasil ditemukan oleh para peneliti dari Purdue yang mempelajari 29 gumpalan batuan yang terbentuk milyaran tahun lalu yang kemungkinannya memiliki hubungan dekat dengan Bumi.

Michael E. Lipschutz dan Ming-Sheng Wang yang melakukan penelitian ini memberikan angin segar mengenai kondisi disekitar orbit Bumi di masa lalu. Menurut mereka, karena kurangnya contoh terrestrial maka komposisi meteorit enstatite chondrite (EC) merupakan jendela bagi masa lalu planet. Dalam mempelajari bongkahan meteorit EC, diperoleh kalau bongkahan batu di Bumi, Bulan dan Meteorit EC memiliki tanda isotopik yang mirip, namun berbeda dengan isotopik dari Meteorit Mars ataupun dari objek-objek yang terbentuk di sabuk asteorid. Variasi ini terjadi karena materi yang berbeda akan berkondensasi di daerah yang berbeda juga dalam piringan debu dan gas yang membentuk Matahari dan planet. Nah, sebagian dari materi-materi tersebut bergerak mengelilingi Matahari dan kadang-kadang jatuh ke Bumi sebagai meteorit.

Hasil penelitian mereka menunjukkan kalau apa yang terjadi dengan batuan ini mirip dengan apa yang terjadi pada Bumi di masa awalnya, dengan satu perkecualian. Menurut Lipschutz, profesor kimia di Purdue’s College of Science, sesaat setelah pembentukan awal Bumi, objek sebesar Mars menghantam Bumi, dan panas dari bencana alam ini mengubah riasan geokimia seluruh planet. Meteorit EC tampaknya juga terbentuk dari materi yang mirip dengan yang membentuk Bumi awal, namun meteorit EC tidak mengalami tabrakan sehingga tidak mengalami perubahan kimia. Meteorit ini mungkin saja sedikit dari sisa materi awal mula planet yang saat ini menjadi tempat kita berpijak.

Para peneliti percaya kalau planet-planet dalam di Tata Surya – Merkurius, Venus, Bumi dan Mars – sebenarnya mulai terbentuk 10000 tahun setelah pembakaran nuklir di Matahari .

Jika kita menelusuri masa lampau, di masa awal kehidupannya, Matahari dikelilingi oleh awan debu dan gas. Materi-materi ini kemudian secara perlahan berkelompok dalam kumpulan-kumpulan yang lebih besar. Kemungkinan berikut yang terjadi, materi-materi yang ada cukup terkonsentrasi dalam empat kelompok yang kemudian membentuk planet dalam di Tata Surya. Nah, dalam selang waktu 10 juta tahun Bumi sudah mencapai sekitar 64% dari ukurannya saat ini dan bahkan menjadi planet yang secara dominan telah terbentuk pada jarak 93 juta mil dari Matahari. Sementara itu orbit Merkurius dan Venus berada lebih dekat dengan Matahari sedangkan Mars berada lebih jauh dari Matahari.

Peristiwa paling akhir yang kemungkinan terjadi dalam proses pembentukan Bumi adalah tabrakan dengan objek berukuran Mars. Tabrakan inilah yang menambahkan jutaan ton materi ke Bumi. Namun bukan itu saja, sebagian materi lainnya juga tersebar didalam orbit Bumi dan pada akhirnya berevolusi membentuk Bulan. Tabrakan besar ini diperkirakan terjadi 30 juta tahun setelah kelahiran Matahari. Padahal dalam analisis isotop kimia pada kerak Bumi sebelumnya diperkirakan Bumi baru terbentuk sekitar 50 juta tahun setelah Matahari terbentuk.

Dengan mempelajari mineraloginya, diperoleh kalau sekitar 200 batuan yang ditemukan di Antartika merupakan meteorit EC yang terbentuk dari materi lokal yang sama dengan Bumi 4.5 milyar tahun lalu. Selain itu informasi tambahan dari susunan kimia meteroit EC berupa temperatur saat pembentukan juga berhasil diperoleh dengan menganalisis volatil –elemen seperti Indium, Thalium dan cadmium- dalam meteorit tersebut. Volatil di dalam meteorit bisa memberikan informasi sejarah temperaturnya dan bertindak sebagai termometer yang akan memberitahukan apakah pada saat batuan itu terbentuk temperatur pembentukkannya tinggi atau rendah. Dari analisa terhadap dua jenis EC yang berbeda, salah satunya lebih tua dan primitif, tampak keduanya memiliki kandungan volatil yang sangat mirip – artinya temperatur pembentukan keduanya juga hampir sama -. Batuan-batuan ini merekam temperatur saat pembentukkan Bumi juga yakni jauh dibawah 500 derajat Celsius.

Sementara itu, hasil penelitian meteorit yang dilakukan oleh Phill Bland dan tim dari Imperial College London menunujukkan kalau proses yang mengurangi elemen volatile (elemen gas) pada planet dan meteorit seperti seng, timah dan sodium (dalam bentuk cair) haruslah menjadi salah satu proses pertama yang terjadi di nebula. Implikasinya, proses pengurangan volatile merupakan proses yang tak bisa dihindari dalam bagian pembentukan planet – tanda yang bukan hanya ada pada tata surya tapi di sistem keplanetan lainnya juga. Setelah meneliti komposisi meteorit primitif -objek batuan yang sering berubah sejak Tata Surya terbentuk dari debu dan gas- para peneliti dari Imperial College London akhirnya menarik sebuah kesimpulan kalau batu-batu tersebut terbentuk dari elemen volatile yang berkurang. Artinya, pengurangan elemen volatile harus terjadi sebelum batu atau objek padat ini pertama kali terbentuk.

Nah, dalam Tata Surya, semua planet kebumian harus melalui proses pengurangan elemen volatil ini di awal proses pembentukan tata surya. Hal ini sudah diketahui sejak dulu, namun yang belum bisa diketahui apakah proses ini terjadi pada saat awal pembentukan tata surya ataukah setelah beberapa juta tahun kemudian. Proses pengurangan volatile ini memegang peranan penting dalam pembentukan planet-planet kebumian. Tanpa adanya pengurangan elemen volatile, planet kebumian akan tampak sama dengan planet-planet luar di Tata Surya, dengan Mars dan Bumi akan tampak seperti Neptunus dan Uranus hanya saja dengan atmosfer yang lebih tebal.

Dengan mempelajari struktur kimia meteorit tipe tertentu, maka bisa diketahui kalau ternyata Bumi memang terbentuk jauh lebih awal. Menurut Dr Phil Bland, dari Imperial’s Department of Earth Science and Engineering, dengan mempelajari meteorit, akan memberi pengertian baru mengenai kondisi awal evolusi dari Tata Surya dini, baik mengenai lingkungannya maupun materi yang ada pada bintang pembentuknya. Hasilnya akan bisa memberi jawaban sejumlah pertanyaan tentang proses yang mengkonversi debu dan gas nebula menjadi planet.

Sementara itu menurut Professor Monica Grady dari Open University dan anggota Science Committee PPARC, dengan meneliti potongan materi yang sangat kecil kita bisa menjawab salah satu pertanyaan terbesar yang selalu muncul, yakni,“ Bagaimana Tata Surya terbentuk?”. Sangat menganggumkan untuk bisa mengetahui proses yang terjadi 4.5 miliar tahun lalu, dan bisa melacaknya kembali secara detil di dalam laboratorium di Bumi. Memang masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang periode awal sejarah Bumi, namun dengan mempelajari meteorit setidaknya ada penggalan teka teki yang bisa dipecahkan. Namun bagaimanapun jawaban terdalam dari misteri sejarah awal Tata Surya berada jauh dari Antartika.


sumber :
PPARC News Release
M.M Woolfson. The Origin and Evolution of the Solar System

Tahun 2003, sebuah objek yang lebih besar dari Pluto dan diperkirakan sebagai planet ke-10 ditemukan dan diumumkan bulan Juli 2005. Objek yang saat itu menyandang nama sementara 2003 UB313 ditemukan oleh Mike Brown dari Caltech, Chad Trujillo dari Gemini Observatory di Mauna kea, Hawaii dan David Rabimowotz dari Yale University, New Haven, Connecticut. 2003 UB313 yang kemudian lebih dikenal dnegan nama Xena, dipotret pertama kalinya mengunakan Teleskop Samuel Oschin 48-inci di Observatorium Palomar tanggal 31 Oktober 2003. Xena yang ditemukan Mike Brown dkk, memiliki satelit bernama Gabrielle.

Agustus 2006 lalu IAU mengeluarkan resolusi mengenai definisi planet, yang menyebabkan Pluto dan Xena dikeluarkan dari jajaran planet dan “kandidat planet”. Keduanya pada akhirnya dikategorikan sebagai dwarf planet (planet kerdil) bersama dengan objek-ojek lainnya yang ditemukan di daerah sabuk kuiper. Dan tanggal 13 September 2006 setelah dua tahun memakai nama Xena dan Gabrielle, IAU memutuskan nama resmi untuk keduanya yakni 136199 Eris dan Dysnomia. Dalam jajaran planet kerdil, Eris merupakan objek terbesar.

Filosofi Nama Eris
Saat sebuah objek ditemukan, International Astronomical Union (IAU), memberi nama sementara berdasarkan waktu pertama kali objek tersebut terlihat. Karena itu 2003 UB313 menunjukkan kalau planet ini ditemukan pada pertengahan oktober 2003. Selanjutnya, para penemu objek tersebut akan mengajukan nama permanen untuk digunakan.

Salah satu nama yang disiapkan untuk planet baru ini adalah Persephone. Dalam mitologi Yunani, Persephone merupakan istri Hades (Roman Pluto) yang menghabiskan waktu 6 bulan setiap tahunnya dekat dengan Hades. Nama itu cukup sesuai, karena planet baru ini bisa digambarkan juga seperti itu. Ia akan menghabiskan setengah dari masa orbitnya dekat dengan Pluto dan setengahnya lagi berada jauh dari Pluto. Sayangnya nama ini telah digunakan pada tahun 1895 sebagai nama asteroid ke-399. Nama lain yang dianggap cocok dengan versi Roma adalah Proserpina. Sayangnya lagi nama ini sudah digunakan untuk nama asteroid ke-26. Ada sih nama lain yang bisa digunakan yakni nama dewa api Roma Vulcan (Greek Haphaestus), tapi nama ini tentu saja tak bisa menggambarkan planet dingin seperti 2003 UB313.

Nama Xena dan Gabrielle (dua tokoh sahabat) sempat digunakan sebagai nama 2003 UB313 dan satelitnya, namun pada akhirnya IAU memutuskan menggunakan nama Eris dan Dysnomia untuk keduanya.

Dalam mitologi Yunani, Eris adalah seorang pejuang dan dewi perang. Eris membangkitkan kecemburuan dan iri hati sehingga menimbulkan peprangan diantara manusia. Di pernikahan Peleus dan Thetis, orang tua pahlawan Yunani, Achilles, semua dewa kecuali eris diundang. Hal ini menimbulkan kemarahan Eris, sehingga ia kemudian menyebabkan terjadinya pertengkaran diantara dewi-dewi sehingga terjadilah perang Trojan. Dalam dunia astronomi, Eris membangkitkan masalah besar diantara komunitas astronomi internasional untuk memberinya tempat yang tepat di dalam Tata Surya, - sebagai planet ataukah objek sabuk Kuiper - , yang kemudian diakhiri dengan pertemuan IAU di Praha. Di akhir konferensi tersebut, anggota IAU memilih untuk menurunkan Pluto dan Eris ke status planet kerdil.

Satelit Eris, mendapatkan nama resmi Dysnomia, yang didalam mitologi Yunani merupakan putri Eris dan roh kekacauan. Untuk singkatnya Dysnomia, disebut juga Dy.

Sekilas tentang Eris
Eris merupakan objek terbesar yang ditemukan mengorbit Matahari semenjak penemuan Neptunus dan Triton tahun 1846. Rentang yang sangat jauh juga khan? Eris memiliki ukuran yang lebih besar dari Pluto. Dan sama seperti Pluto, Eris juga merupakan anggota Sabuk Kuipert, kumpulan objek es yang mengorbit Matahari dan berada diluar daerah Neptunus. Sebelum Eris ditemukan, Pluto merupakan objek terbesar yang ada di Sabuk Kuipert dan juga digolongkan sebagai planet. Tapi sekarang, Pluto hanyalah objek terbesar kedua di Sabuk Kuipert dan merupakan planet kerdil pertama dalam jajaran planet kerdil. Sedangkan Eris merupakan planet kerdil terbesar di Tata Surya. Ukuran Eris diperkirakan sekitar 2400 ? 100 km.

Dimanakah Ia?
Selain ukurannya, ada hal lain yang menarik. Eris merupakan objek terjauh yang pernah terlihat mengitari Matahari. Bahkan ia lebih jauh dari Sedna, planetoid yang ditemukan 2 tahun lalu. Jaraknya sekitar 10 miliar mil dari Matahari dan lebih dari 3 kali jarak dari Pluto. Eris membutuhkan lebih dari 2 kali waktu yang dibutuhkan Pluto untuk mengorbit Matahari.

Lantas dimanakah kita bisa melihat Eris? Eris yang terang tapi redup ini bisa terlihat pada pagi hari beberapa jam sebelum Matahari terbit di konstelasi Cetus. Magnitudo visual planet ini 19 dan bergerak lambat terhadap bintang-bintang latar belakang.

Eris memiliki orbit yang jauh lebih lonjong dari Pluto. Pluto bergerak sekitar 30-50 kali jarak Matahari-Bumi selama 250 tahun masa orbitnya, sedang Eris hanya bergerak 38-97 kali jarak Matahari-Bumi selama 560 tahun masa orbitnya. Dengan kata lain jarak terdekat Eris dari Matahari 38AU dan jarak terjauh yang bisa ia capai adalah 97 AU sementara jarak Pluto sendiri 40 AU dari Matahari.

Komposisi Pembentuk Eris
Komposisi objek bisa diketahui dari cahaya Matahari yang dipantulkan oleh objek tersebut. Contohnya, cahaya Matahari yang dipantulkan permukaan Bumi menunjukkan adanya tanda-tanda keberadaan oksigen di atmosfer Bumi, fotosintesi tumbuhan dan adanya kelimpahan air diantara unsure lainnya. Dari pengamatan menggunakan Observatorium Gemini di Mauna Kea, Hawaii, cahaya yang dipantulkan Eris tampak sangat mirip dengan Pluto.

Hasil pengamatan menunjukkan permukaan planet ini diselubungi metana padat yang membeku. Pada temperatur rendah metana di Pluto dan Eris berada dalam bentuk bekuan padat, sementara di Bumi, metana pada temperatur yang sama berada dalam bentuk gas. Bagian dalam Eris sama dengan Pluto terdiri dari campuran batuan dan es. Permukaan Eris berwarna hampir putih dengan permukaan tampak seragam dan memantulkan 86% cahaya yang mengenainya. Dari pantulan cahayanya, Eris memantulkan cahaya lebih besar dari permukaannya dibanding objek-objek lainnya di Tata Surya dengan pengecualian Enceladus, satelit Saturnus yang memiliki geyser aktif yang senantiasa menutupi permukaannya dengan salju baru.

Belum diketahui sumber panas apakah yang memunculkan geyser serupa. Namun diperkirakan, kecerlangan permukaan dan warna putih yang seragam di Eris berasal dari penyebab yang sama. Saat ini Eris berada pada posisi terjauhnya dari Matahari, dan pada kondisi ini ia akan berada pada temperaturnya yang paling rendah. Pada jarak sejauh ini, bahkan atmosfer planet pun akan menjadi padatan es. (jika Bumi dibawa sangat jauh dari Matahari pun atmosfernya akan menjadi padatan es). Dalam 280 tahun kedepan, saat Eris berada pada titik terdekatnya dengan Matahari, temperatur di Eris akan meningkat sekitar 1,6 kali. Dengan temperatur saat ini 405 derajat dibawah nol, peningkatannya memang tidak drastis, namun perbedaan yang dihasilkan khususnya pada methana dan nitrogen adalah antara padatan es dan penguapan menjadi atmosfer.

Dengan hipotesis tersebut, Eris tampak terang dan seragam karena atmosfer yang pernah dimilikinya (280 tahun yang lalu) sekarang membeku ke tanah, sehingga memberikan cahaya terang yang menyelimuti seluruh permukaan yang tidak rata yang pernah ada disana. Keseluruhan proses ini akan terus berulang mengikuti 560 tahun periode orbit sang dewi perang.

Proses Penemuan Eris
Survei daerah luar Tata Surya telah dilakukan semenjak tahun 2001, dengan menggunakan Palomar QUEST camera and the Samuel Oschin Telescope di Palomar Observatory, California Selatan. Survei yang dilakukan oleh Mike Brown dari Caltech, Chad Trujillo dari Gemini Observatory di Mauna kea, Hawaii dan David Rabimowotz dari Yale University, New Haven, Connecticut sampai saat ini telah menemukan sekitar 80 objek terang di Sabuk Kuipert.

Untuk menemukan objek yang dicari, para pengamat memotret satu daerah kecil pada langit malam selama 3 jam dan mencari sesuatu yang bergerak. Bintang dan Galaksi yang ada di langit akan tampat diam sementara satelit, planet, asteroid, dan komet akan tampak bergerak.

Letaknya yang jauh, menyebabkan Eris tampak bergerak sangat lambat dibanding kebanyakan objek yang telah ditemukan tim ini sebelumnya. Karena pergerakannya yang lambat itu, pada awalnya keberadaan planet ini tidak disadari saat pertama kali mengambil data. Saat analsis ulang dilakukan 1,5 tahun dari pengambilan data barulah disadari adanya planet kerdil baru ini.


Dysnomia, Bulannya Eris
Setelah mempelajari detail gambar Eris yang diambil dari Keck Observatory, Mauna Kea dan Hubble Telescope, diketahui kalau Eris memiliki bulan yang mengorbit dirinya. Bulan ini kemudian diberi nama resmi Dysmonia oleh IAU. Dari informasi yang terbatas, diperkirakan Dy memiliki kemiripan dengan Rudolph satelit 2003 EL61 (code name: Santa) yakni berupa bola yang tersusun oleh air es murni. Dari cahaya yang dipantulkannya, Dy 60 kali lebih lemah dari Eris, sehingga diperkirakan ukurannya 8 kali lebih kecil dari ibunya dan terpisah sekitar 10 kali lebih kecil jarak Bumi – Bulan.





2 komentar:


  1. "hay ka kunjungi ini untuk service terbaik Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong""anda (http://onsite.znotebookrepair.com)

    JASA SERVICE IPHONE IMAC MACBOOK IPADIPOD DI BANDUNG DAN HARGA TERMURAH

    BalasHapus